TANAH SURGA MERAH




Penulis                 : Arafat Nur
Penerbit              : Gramedia Pustaka
Deskripsi Buku  : 312 Hlm.; 20 cm

Apakah kamu pencinta hal-hal berbau politik? Politik yang diniat kan untuk kepentingan bangsa pasti akan memfokuskan semua yang dilakukan hanya untuk kepentingan bangsa, berbeda hal nya jika politik untuk kepentingan pribadi, apapun yang dilakukan hanya untuk kepentingan pribadi dan meng-halal kan segala cara untuk meraihnya.
Sebuah kisah yang mengangkat kekejaman politik untuk kepentingan pribadi dengan berlatar belakang daerah Aceh diangkat dalam sebuah novel karya Arafat Nur. Disajikan dengan gaya bahasa yang sederhana dan mudah dipahami.
---
Kisah tentang seorang Murad yang mencintai kampung halamannya, sejauh apapun Murad pergi, Murad tidak akan betah kecuali di kampung halamannya. Kampung halaman yang dahulunya dianggap sebagai surga namun terkontaminasi dengan adanya pertumpahan darah akibat keserakahan Partai Merah. Murad merupakan mantan pejuang dan mantan anggota Partai Merah. Suasana bergejolak ketika Murad menembak salah satu kawan dari Partai Merah yang akan memperkosa salah satu gadis yang masih menjadi kerabat dekat Murad. Kejadian itu yang membuat  Murad di cap sebagai pengkhianat dan pemberontak Partai Merah. Polisi dan seluruh elemen masyarakat memburunya dan kejadian itu memaksa Murad pergi dari kampungnya untuk menghindari kejaran polisi serta masyarakat.

Setelah bertahun-tahun lamanya Murad meninggalkan kampung halaman untuk menyelamatkan diri. Suatu ketika Murad pulang ke kampung halamannya dengan penampilan yang berbeda supaya tidak ada yang mengenalinya. Murad menemui keluarga dan teman-teman seperjuangan, namun perjalanan Murad tidak berjalan mulus. Lambat laun penyamarannya berhasil tercium oleh Partai Merah. Murad bangkit kembali menjadi buronan, sehingga salah satu kawan Murad terpaksa menyembunyikannya di sebuah desa terpencil bernama Desa Klekklok. Di Desa Klekklok Murad dipaksa menyamar menjadi seoeang tengku yang ahli dalam agama dan itu sangat bertolak belakang dengan dirinya. Murad yang dihadapkan berbagai masalah spele dari mulai permintaan tolong menemukan sepeda yang hilang, peusijuk lembu yang baru lahir. Peusijuk merupakan ritual adat yang dilakukan seorang tengku kepada lembu yang baru lahir supaya terhindar dari penyakit dengan cara menyipratkan air yang telah dibacakan doa. Karena Murad tidak bisa membaca doa layaknya seorang tengku, Murad hanya membacakan doa Al Fatihah karena hanya doa itu yang dihapalnya. Selain ritual Peusijuk Murad dipaksa menyembuhkan orang yang sakit. Murad dipaksa menjadi seseorang yang ahli agama oleh suatu keadaan dimana masyarakat masih primitif.
---
Banyak kejadian menegangkan serta konyol dalam novel ini dikemas menjadi bacaan yang menarik. Bagi pembaca yang tidak menyukai hal-hal yang berbau politik novel ini terkesan monoton pada bagian-bagian awal cerita karena alur cerita yang kurang menegangkan. Namun setelah lebih banyak lembar terbaca maka akan mulai menikmati alur cerita yang akan membawa pembaca menikmati kekonyolan dalam politik Aceh, membuat pembaca geram akan suasana politik di sana. Saya mencoba menerka-nerka akhir cerita, namun ternyata akhir ceritanya tidak bisa diterka dan menurut saya akhir ceritanya gantung. Saya berharap akan ada novel selanjutnya untuk mengetahui akhir cerita Murad.
---
“Tolong jangan paksa aku membaca buku. Aku ini orang Aceh yang tidak suka baca buku. Kesukaanku adalah menipu.” 
“Aku orang Indonesia. Orang Indonesia juga tidak suka buku. Kami ini keturunan orang yang dijajah Belanda dan Jepang. Kami tak suka buku. Kami suka menekan dan menyakiti orang.” Hlm.98